Monday, 16 March 2015

Adab Ziarah Dalam Islam



Saling mengunjungi (berziarah) sesama kaum muslimin memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menguatkan hubungan, menambah rasa cinta, serta mempererat persatuan dan keterkaitan di antara mereka. Berziarah juga memiliki keutamaan yang besar apabila dilakukan dengan ikhlas karena Allah Ta’ala atau untuk menyambung tali silaturrahim. Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang muslim mengetahui petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam berkunjung agar ia tidak terjatuh dalam kekeliruan dan kesalahan. Adapun di antara petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berkunjung tersebut sebagai berikut:

1. Berniat yang Baik
Apabila seseorang hendak mengunjungi saudaranya, maka yang wajib dilakukan pertama kali adalah mengikhlaskan niat semata-mata hanya karena Allah Ta’ala. Jangan sekali-kali ia meniatkan hanya karena ada tendensi duniawi semata, karena temannya tersebut memiliki harta, jabatan, kedudukan di masyarakat misalnya atau hal-hal lain, sehingga tujuan berkunjungnya ke tempat orang tadi untuk mendapatkan sedikit cipratan dari apa yang diinginkan hawa nafsunya. Maka niatkan ikhlas karena Allah Ta’ala, dasarilah kecintaan kita kepadanya karena Allah Ta’ala dan karena ketaatannya kepadaNya, bukan karena harta, jabatan, kedudukan yang dimilikinya. Demikianlah yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bahwasanya seorang laki-laki mengunjungi saudaranya di kampung lain, maka Allah mengutus seorang Malaikat kepadanya dalam perjalanannya. Ketika telah bertemu, Malaikat itu berkata kepadanya “Kemana engkau hendak pergi?” Ia menjawab, “ Aku ingin mengunjungi saudaraku di kampung ini” Malaikat itu berkata lagi, “ Adakah bagimu satu nikmat yang hendak engkau kejar?” Ia menjawab,“ Tidak, hanya saja aku mencintainya karena Allah” Malaikat itu pun berkata lagi,“Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, bahwasanya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah.” (HR.Muslim)

2. Tidak Terlalu Sering Berkunjung (ziarah) Hingga Berlebihan
Janganlah terlalu sering berkunjung (berziarah) agar orang yang dikunjungi tidak menjadi bosan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berkunjunglah sesekali atau sekali waktu niscaya kalian akan saling mencintai” (HR. al-Baihaqi, al-Bazzar, dan ath-Thabrani)

3. Memilih Waktu yang Tepat untuk Berkunjung.
Hendaknya seorang pengunjung memilih waktu yang tepat ketika berkunjung. Tentu tidak layak seseorang mengunjungi orang lain pada pagi buta, tengah hari ataupun larut malam. Karena, waktu-waktu itu adalah waktu untuk tidur dan beristirahat, bukan waktu yang tepat untuk berkunjung. Atau waktu-waktu orang yang akan dikunjungi pada saat itu sedang sibuk atau tidak berkenan untuk diganggu. Terkecuali ada kepentingan yang mendesak atau seseorang telah meminta izin atau mengadakan perjanjian sebelumnya untuk berkunjung pada waktu tersebut.

4. Menjaga Adab-Adab Isti’dzan (Meminta Izin)
Hendaknya orang yang berziarah menjaga adab-adab beristi’dzan (meminta izin). Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan agar tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akhlak Islami. Di antara adab-adabnya adalah seperti: Mengetuk pintu tiga kali, jika tidak ada jawaban maka hendaknya ia pergi. Ketukan pun tidak terlalu keras dan memperhatikan jarak ketukan agar tidak mengagetkan, memperkenalkan diri, tidak menghadap ke arah pintu, mengucapkan salam sebelum masuk, menundukkan pandangan, menerima alasan tuan rumah dan tidak berburuk sangka, meminta izin sebelum masuk menemui mahram atau kerabatnya, dan lain sebagainya dari adab-adab meminta izin.

5. Menundukkan Pandangan terhadap Privasi Rumah (Anggota Keluarga).
Apabila seseorang mengunjungi sebuah keluarga di rumah mereka, maka wajib baginya untuk ghadhdhul bashar(menundukkan pandangan) terhadap privasi (hal-hal yang bersifat pribadi) anggota keluarga mereka. Janganlah ia mengumbar pandangannya agar terhindar dari melihat privasi mereka dan janganlah ia mempunyai keinginan untuk melakukan hal tercela tersebut di dalam hatinya. Allah Ta’ala berfirman artinya, “Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Mu’min: 19)
Berkaitan dengan tafsir ayat ini, Ibnu ‘Abbas berkata, “Bahwasanya seorang laki-laki masuk kepada ahli bait (tuan rumah), sementara di antara mereka ada seorang wanita yang cantik atau lewat di depannya. Apabila mereka lengah, laki-laki itu pun melihat kepadanya. Jika mereka memperhatikan, maka ia pun menundukkan pandangannya. Jika mereka kembali lengah, laki-laki itu kembali melihatnya dan jika mereka memperhatikan, ia pun kembali menundukkan pandangan. Allah mengetahui isi hatinya bahwa laki-laki tersebut suka seandainya bisa melihat kemaluannya”. (Tafsir Ibnu Katsiir, IV/79-80)
Maka dari itulah, wajib bagi seorang hamba menghiasi dirinya dengan ketakwaan dan muraqabah (merasa diawasi oleh Allah Ta’ala).

6. Hendaknya Seorang Pengunjung Duduk di Tempat yang Telah Diizinkan oleh Tuan Rumah.
Apabila tuan rumah menempatkannya di sebuah kamar atau di tempat duduk tertentu, maka janganlah ia berpindah tempat tanpa seizinnya. Sebab boleh jadi tuan rumah menempatkannya di tempat tertentu tersebut dengan tujuan agar privasi atau aurat mereka tidak tersingkap.
7. Janganlah Meluaskan Pandangan untuk Melihat-lihat Perabot dan Barang-Barang Lain di sekitarnya.
Banyak orang yang merasa risih apabila orang yang mengunjungi melihat-lihat perabot dan barang-barang lain yang ada di sekitarnya. Terlebih lagi jika ditanyakan kepadanya, “Ini berapa harganya?” atau “Dari mana anda mendapatkannya?”, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak layak untuk di pertanyakan.
8. Jangan Mengangkat Suara di dalam Rumah.
Hendaknya seorang pengunjung tidak mengangkat suara karena dapat mengganggu orang-orang yang dikunjungi. Dan janganlah mengangkat suara tinggi-tinggi ketika berbicara, berdebat dan lain sebagainya, sehingga orang lain tidak terganggu olehnya. Allah Ta’ala berfirman: “…Dan lunakkanlah suaramu…”(QS. Luqman: 19)

9. Jangan Mencuri Dengar atau Mengintai Tuan Rumah.
Sebagian orang memasang kedua telinganya untuk mendengarkan pembicaraan tuan rumah di kamar sebelah atau pembicaraan mereka dengan keluarganya atau pembicaraan kaum hawa dari penghuni rumah tersebut, dan hal-hal lain yang bersifat rahasia. Perbuatan-perbuatan seperti ini tidaklah sepantasnya dilakukan seorang muslim yang berakhlak mulia. Lebih-lebih jika ia berniat buruk atas perbuatanya tersebut, maka hal itu diharamkan.

10. Tidak Membiarkan Anak-Anaknya Merosakkan Harta di Rumah Orang.
Hendaknya seorang pengunjung tidak membiarkan anak-anaknya bermain-main, merusak dan memecahkan perabotan, menghancurkan barang-barang, memukul anak tuan rumah, serta teriak-teriak atau menjerit. Karena semua itu dapat mengganggu dan membuat mereka keberatan dikunjungi. Bagaimanapun juga bahwa menggangu seorang muslim adalah perkara yang dilarang dalam agama.

11. Tidak Mengimami Tuan Rumah di Rumah Mereka.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barangsiapa mengunjungi suatu kaum di rumah mereka, maka janganlah ia mengimami mereka, namun hendaknya salah seorang dari mereka (tuan rumah) bertindak sebagai imam”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan at-Tirmidzi dan beliau menshahihkannya). Akan tetapi, apabila mereka mempersilahkan dan mengizinkannya disebabkan ilmu, keutamaan atau umurnya, maka ia boleh menjadi imam, menurut sebagian ahli ilmu.

12. Tidak Berlama-lama Ketika Berkunjung.
Apabila seseorang terbiasa berlama-lama ketika mengunjungi orang lain, maka akan membuat orang yang dikunjungi menjadi bosan, merasa berat, tidak menyukai kunjungannya atau enggan menerima kedatangannya lagi, bahkan bisa jadi dia akan membicarakan tentang keburukan dirinya.

13. Menyuruh kepada yang Ma’ruf dan Mencegah dari yang Mungkar.
Apabila seseorang berkunjung, kemudian melihat kemungkaran di rumah yang ia kunjungi seperti foto-foto atau gambar yang terpajang, patung, atau melihat mereka meninggalkan shalat, mendengarkan lagu-lagu, tidak menutup aurat, atau melakukan hal-hal yang melanggar aturan agama lainya, maka wajib atasnya menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar sesuai dengan kemampuannya. Janganlah ia merasa malu atau takut untuk melakukannya. Akan tetapi tentunya harus tetap menjaga adab yang baik dengan cara yang penuh hikmah dan mau’izhatil hasanah agar bisa diterima oleh tuan rumah.

14. Tidak Beranjak Pulang kecuali jika telah Diizinkan oleh Tuan Rumah.
Seseorang tidak diperbolehkan beranjak pulang tanpa meminta izin kepada tuan rumah. Atau keluar dari majelis untuk pulang tanpa izin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian mengunjungi saudaranya lalu ia duduk bersamanya, maka janganlah ia bangkit hingga saudaranya tersebut mengizinkannya”. (HR. ad-Dailami). Sebab jika ia bangkit dari majelis tanpa izin, bisa jadi akan tersingkap baginya aurat tuan rumah, dan tentunya hal ini tidak diperbolehkan.

15. Mensyukuri (berterima kasih) kepada Tuan Rumah atas Jamuan Mereka.
Hendaknya seseorang bersyukur atau berterima kasih atas jamuan yang disuguhkan Tuan rumah, khususnya apabila mereka telah menerimanya dengan baik. Sebab barangsiapa tidak mensyukuri manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala. Seseorang harus membalas kebaikan orang lain kepada dirinya atau paling tidak ia mendo’akannya dengan berkata, “Jazaakumullahu Khaira…” (semoga Allah Ta’ala membalasmu dengan kebaikan atas penyambutanmu…) dan lain sebagainya dari ucapan-ucapan yang baik. Wallahu A’lam

No comments:

Post a Comment